Kisah Indah Tak Selalu Indah #part2
(Fransisca Putri A.)
Saat
istirahat pun tiba. Kirana mengajak aku, Gio dan Rino ke kantin bersama. Rino
adalah lelaki yang sangat peka terhadap lingkungannya, dia juga sangat
pengertian dengan yang lainnya, dia juga bisa ngerti perasaan orang lain jika
ada yang bercerita dengannya. Kami pun ke Kantin, kami memesan makanan dan minuman.
Saat di kantin pun aku hanya berbicara seperlunya. Lalu kami kembali ke kelas,
semua pesanan kami dibayari oleh Gio, katanya sebagai peresmian akan
kepindahannya ke SMA ini.
Hari
ini kelas terasa lama sekali. Bosan. Akhirnya aku mengajak Kirana untuk ke
kamar mandi,untuk mencari udara dan ingin mencuci muka. Berharap apa yang
terjadi hari ini tidak mempengaruhi
hubunganku dengan Kirana, sahabat terbaik yang aku punya. Karena tanpa
perlu bercerita kami sudah saling mengerti. Aku tak tahu apa yang akan terjadi
jika aku kehilangan Kirana.
Saat
aku keluar dari kamar mandi. Aku merasakan aura yang berbeda dari Kirana. Dia
seperti sedang merahasiakan sesuatu dariku. Aku menanyakan apa yang sedang
terjadi. Mukanya pucat, dan badannya gemetar. Aku mengajaknya ke UKS, tapi dia
menolak. Bibirnya terangkat, seperti
hendak mengatakan sesuatu, tapi kemudian mulutnya kembali terkatup. Matanya
menahan amarah yang sangat dalam. Apa yang sebenarnya terjadi pada Kirana. Lalu
kami kembali ke kelas.
Di
kelas, Kirana hanya diam, bahkan tidak memperhatikan pelajaran. Jam pulang
sekoah pun berdentang. Aku merapikan barang bawaanku. Lalu aku menunggu Kirana,
biasanya kami berjalan keluar bersama walaupun nanti di pertengahan jalan kami
berpisah. Aku ke sanggar Teater sedangkan dia ke basecamp Karate. Aku
menunggunya sambil membaca pesan di ponselku. Rino dan Gio sudah pulang sejak
tadi, dan kelas saat ini sudah sangat sepi. Hanya tinggal aku dan Kirana.
Tangan Kirana mengepal. Raut wajahnya berubah menahan amarah.
“Agatha...”
lirih Kirana
“Ya??”
tanyaku sambil menaruh ponselku ke dalam tas dan memperhatikan wajah Kirana.
“Kenapa
kamu nggak cerita sama aku, Kalau Gio dann Vany itu orang yang sama? Gio orang
yang kamu sukai kan? Sedangkan Gio dan Vany cowok yang aku sukai selama ini
adalah orang yang sama. Kamu itu sahabat aku Tha. Kenapa kamu tega ngelakuin
ini sama aku? Kenapa kamu tega? Kamu tahu, kalau Vany atau Gio itu suka sama
kamu?” tanya Kirana. Aku hanya syok mendengar pertanyaan yang bertubi-tubi yang
dilontarkan oleh Kirana. Dari mana dia tahu?
“Kamu
lupa ya Tha aku ini siapa? Aku orang yang bisa membaca gelagat orang lain
dengan baik. Cara Vany mandang kamu berbeda saat Vany natap aku. Dia menaruh
perasaan sama kamu Tha. Kamu sadar nggak? Kamu dah bikin aku kecewa. Kalau udah
kaya gini,aku harus gimana Tha?” tanya Kirana dengan wajah merah padam,air mata
menetes deras, dan tanyannya masih mengepal.
“Jawab
aku AGATHA HADINEGORO!!! jawab!!”
“Apa
yang harus aku jawab Kir? Apa?? Aku juga nggak nyangka kalau kita menyukai cowok
yang sama. Aku nggak tahu kalo Gio adalah Vany. Aku nggak tahu hal itu Kir.
Maaf. Maafin aku.aku... aku nggak
bermaksud...”
“Nggak
bermaksud katamu? Kamu pasti sengajakan? Kamu tahu,aku udah suka sama Vany
sejak SMP! Kamu tahu itu. Dan sekarang waktu kamu tahu siapa itu Vany, dan kamu
ngerebutnya dengan cepatnya. Kamu jahat Tha, kamu jahat. Kamu dah ngehianatin
kepercayaanku. Makasih ya tha!!” itu kalimat terakhir yang diucapin sama
Kirana. Kirana pergi dengan membanting pintu.
Aku
menangis di kelas. Dalam isak tangisku akumendengar suara pintu dibuka. Aku
melirik ke arah pintu. Rino. Rino masuk sambil membawa susu coklat ditangannya.
Rino menaruh cup itu di atas meja.
“Aku
yakin bakal begini jadinya. Suasanya udah kerasa waktu kamu balik dari kamar
mandi. Dan karena itu, aku tadi kirim pesan WA ke kamu supaya kamu waspada.
Tapi ternyata aku salah, kamu lebih parah dari perkiraanku. Yang aku tahu kamu
itu cewek yang kuat. Kamu pasti bisa ngelewati ini Tha!” Hibur Rino.
Rino
merentangkan kedua tangannya. Aku berhambur ke pelukkannya. Aku menangis
tersedu-sedu di dadanya. Tubuhnya yang semampai dan gagah menjadi tempat yang
nyaman sebagai tempat untuk menangis. Rino adalah teman yang baik. Dia
memelukku erat, dan mengelus-elus rambutku dengan lembut seakan memberiku
energi yang luar biasa.
“Kamu
tenang aja, aku bakal bikin semuanya seperti sedia kala. Sekarang kamu minum
dulu habis itu kita pulang.” Suruh Rino, aku menurutinya dan Rino menghapus air
mataku. Lalu aku mengambil susu coklat dan meminumnya sambil berjalan ke
parkiran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar