Selasa, 22 November 2016

Kisah Indah Tak Selalu Indah


Kisah Indah Tak Selalu Indah #part2
(Fransisca Putri A.)
Saat istirahat pun tiba. Kirana mengajak aku, Gio dan Rino ke kantin bersama. Rino adalah lelaki yang sangat peka terhadap lingkungannya, dia juga sangat pengertian dengan yang lainnya, dia juga bisa ngerti perasaan orang lain jika ada yang bercerita dengannya. Kami pun ke Kantin, kami memesan makanan dan minuman. Saat di kantin pun aku hanya berbicara seperlunya. Lalu kami kembali ke kelas, semua pesanan kami dibayari oleh Gio, katanya sebagai peresmian akan kepindahannya ke SMA ini.
Hari ini kelas terasa lama sekali. Bosan. Akhirnya aku mengajak Kirana untuk ke kamar mandi,untuk mencari udara dan ingin mencuci muka. Berharap apa yang terjadi hari ini tidak mempengaruhi  hubunganku dengan Kirana, sahabat terbaik yang aku punya. Karena tanpa perlu bercerita kami sudah saling mengerti. Aku tak tahu apa yang akan terjadi jika aku kehilangan Kirana.
Saat aku keluar dari kamar mandi. Aku merasakan aura yang berbeda dari Kirana. Dia seperti sedang merahasiakan sesuatu dariku. Aku menanyakan apa yang sedang terjadi. Mukanya pucat, dan badannya gemetar. Aku mengajaknya ke UKS, tapi dia menolak.  Bibirnya terangkat, seperti hendak mengatakan sesuatu, tapi kemudian mulutnya kembali terkatup. Matanya menahan amarah yang sangat dalam. Apa yang sebenarnya terjadi pada Kirana. Lalu kami kembali ke kelas.
Di kelas, Kirana hanya diam, bahkan tidak memperhatikan pelajaran. Jam pulang sekoah pun berdentang. Aku merapikan barang bawaanku. Lalu aku menunggu Kirana, biasanya kami berjalan keluar bersama walaupun nanti di pertengahan jalan kami berpisah. Aku ke sanggar Teater sedangkan dia ke basecamp Karate. Aku menunggunya sambil membaca pesan di ponselku. Rino dan Gio sudah pulang sejak tadi, dan kelas saat ini sudah sangat sepi. Hanya tinggal aku dan Kirana. Tangan Kirana mengepal. Raut wajahnya berubah menahan amarah.
“Agatha...” lirih Kirana
“Ya??” tanyaku sambil menaruh ponselku ke dalam tas dan memperhatikan wajah Kirana.
“Kenapa kamu nggak cerita sama aku, Kalau Gio dann Vany itu orang yang sama? Gio orang yang kamu sukai kan? Sedangkan Gio dan Vany cowok yang aku sukai selama ini adalah orang yang sama. Kamu itu sahabat aku Tha. Kenapa kamu tega ngelakuin ini sama aku? Kenapa kamu tega? Kamu tahu, kalau Vany atau Gio itu suka sama kamu?” tanya Kirana. Aku hanya syok mendengar pertanyaan yang bertubi-tubi yang dilontarkan oleh Kirana. Dari mana dia tahu?
“Kamu lupa ya Tha aku ini siapa? Aku orang yang bisa membaca gelagat orang lain dengan baik. Cara Vany mandang kamu berbeda saat Vany natap aku. Dia menaruh perasaan sama kamu Tha. Kamu sadar nggak? Kamu dah bikin aku kecewa. Kalau udah kaya gini,aku harus gimana Tha?” tanya Kirana dengan wajah merah padam,air mata menetes deras, dan tanyannya masih mengepal.
“Jawab aku AGATHA HADINEGORO!!! jawab!!”
“Apa yang harus aku jawab Kir? Apa?? Aku juga nggak nyangka kalau kita menyukai cowok yang sama. Aku nggak tahu kalo Gio adalah Vany. Aku nggak tahu hal itu Kir. Maaf.  Maafin aku.aku... aku nggak bermaksud...”
“Nggak bermaksud katamu? Kamu pasti sengajakan? Kamu tahu,aku udah suka sama Vany sejak SMP! Kamu tahu itu. Dan sekarang waktu kamu tahu siapa itu Vany, dan kamu ngerebutnya dengan cepatnya. Kamu jahat Tha, kamu jahat. Kamu dah ngehianatin kepercayaanku. Makasih ya tha!!” itu kalimat terakhir yang diucapin sama Kirana. Kirana pergi dengan membanting pintu.
Aku menangis di kelas. Dalam isak tangisku akumendengar suara pintu dibuka. Aku melirik ke arah pintu. Rino. Rino masuk sambil membawa susu coklat ditangannya. Rino menaruh cup itu di atas meja.
“Aku yakin bakal begini jadinya. Suasanya udah kerasa waktu kamu balik dari kamar mandi. Dan karena itu, aku tadi kirim pesan WA ke kamu supaya kamu waspada. Tapi ternyata aku salah, kamu lebih parah dari perkiraanku. Yang aku tahu kamu itu cewek yang kuat. Kamu pasti bisa ngelewati ini Tha!” Hibur Rino.
Rino merentangkan kedua tangannya. Aku berhambur ke pelukkannya. Aku menangis tersedu-sedu di dadanya. Tubuhnya yang semampai dan gagah menjadi tempat yang nyaman sebagai tempat untuk menangis. Rino adalah teman yang baik. Dia memelukku erat, dan mengelus-elus rambutku dengan lembut seakan memberiku energi yang luar biasa.
“Kamu tenang aja, aku bakal bikin semuanya seperti sedia kala. Sekarang kamu minum dulu habis itu kita pulang.” Suruh Rino, aku menurutinya dan Rino menghapus air mataku. Lalu aku mengambil susu coklat dan meminumnya sambil berjalan ke parkiran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar